Minggu, 09 Oktober 2011

TERTIPU


(Naskah Drama Radio)
Kasus              : Seorang Kepala Desa yang tertipu oleh pemberitahuan undian melalui ponsel.
Sinopsis          :           Pak Rudi adalah seorang kepala desa. Sebagai orang  yang dipercaya oleh masyarakat desanya, ia pun berhati-hati dalam mengelola keuangan desa. Maka, dana-dana yang diperoleh dari pemerintah, donatur maupun swadaya masyarakat disimpannya di sebuah bank dengan menggunakan layanan ATM supaya sewaktu-waktu dibutuhkan, mudah untuk mengambilnya.
Suatu hari Pak Rudi menerima telpon. Ternyata yang menelpon adalah seorang wanita yang mengaku sebagai customer service dari perusahaan jaringan telekomunikasi seluler yang ia gunakan. Wanita itu menyampaikan bahwa Pak Rudi memenangkan undian berhadiah uang 100 juta rupiah sebagai salah satu pelanggan setia dari perusahaan tersebut.
Untuk mendapatkan hadiah itu Pak Rudi diminta untuk memberikan nomor rekeningnya dan datang ke layanan ATM sambil mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh customer service itu melalui ponselnya.  Alasannya supaya uang yang ditransfer dapat langsung dicek. Ternyata bukannya mendapat masukan 100 juta, justru uang yang ada di ATM Pak Rudi lenyap.
Sepulang dari ATM, Pak Rudi nampak stress dan bingung sekali. Istrinya menanyakan apa yang terjadi. Pak Rudi menceritakan bahwa dia baru saja tertipu. Kemudian datanglah Bu Martha, ketua Penggerak PKK di desa itu hendak meminta dana kegiatan PKK. Akhirnya Pak Rudi pun menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Bu Martha terkejut tetapi dengan bijaksana memberikan penghiburan bagi Pak Rudi yang bingung dan menasehati supaya Pak Rudi lebih berhati-hati dan tidak mudah tergoda oleh tawaran-tawaran undian semacam itu.

ADEGAN 1
(Suara dering ponsel Pak Rudi)
Pak Rudi                     : “Hallo… Selamat siang!”
Customer Service       : “Selamat siang. Benarkah ini dengan pemilik nomor telpon 08133617636?”
Pak Rudi                     : “Ya benar. Ada yang bisa saya bantu?”
Customer Service       : “Maaf, kalau boleh tau dengan siapa saya berbicara?”
Pak Rudi                     : “Saya Pak Rudi”
Customer Service       : “Selamat ya, Pak Rudi mendapat undiah sebesar 100 juta sebagai pelanggan jaringan telekomunikasi seluler kami yang setia.”
Pak Rudi                     : “Ah…, yang benar?”
Customer Service       : “Betul Pak! Nomor rekening Bapak berapa? Saat ini juga akan kami transfer uangnya.”
Pak Rudi                     : “Sebentar ya….! 0010243211”
Customer Service       : “ Bapak jangan matikan ponselnya! Sekarang Bapak ke ATM, saya akan menuntun Bapak untuk dapat mengecek langsung apakah uangnya sudah tertransfer atau belum sebab kami harus memastikannya saat ini juga.”
Pak Rudi pun bergegas menuju ATM tanpa pamit dengan istrinya yang sedang sibuk di dapur.

ADEGAN II
Sepulang dari ATM …
Istri Pak Rudi               : “Kenapa Pak, kok sepertinya bingung sekali?”
Pak Rudi                     : “Iya Bu…! Bagaimana ya ini ?”
Istri Pak Rudi               : “Bagaimana apanya? Bapak ini kenapa tho? Bapak dari mana?”
Pak Rudi                     : “Begini Bu, tadi bapak menerima telpon dari Customer Service seluler yang kita pakai. Orang itu mengatakan bahwa bapak mendapat undian berhadiah 100 juta rupiah. Bapak diminta ke ATM untuk dituntun supaya uang tersebut dapat dicek langsung apakah sudah masuk atau belum. Tapi ternyata setelah selesai uang yang ada di ATM bapak lenyap semuanya. Saldonya tinggal 0 rupiah. Bapak kena tipu Bu! Kena tipu!”
Istri Pak Rudi               : “Uang yang lenyap itu uang desa ya Pak?”
Pak Rudi                     : “Iya Bu…!”
Istri Pak Rudi               : “Aduuuh Pak…gimana tho…? Bapak kok percaya begitu saja?”
Dalam keadaan yang diliputi kebingungan itu tiba-tiba datanglah Bu Martha.

ADEGAN III
Bu Martha mengetuk pintu.
Bu Martha                    : “Permisi…., selamat siang!”
Istri Pak Rudi               : “Eh, Bu Martha. Selamat siang. Mari silahkan masuk!”
Bu Martha                    : “Pak Rudinya ada Bu?”
Istri pak Rudi               : “Ada. Sebentar saya panggilkan. Ibu silahkan duduk dulu.”
Bu Martha                    : “Terima kasih”
Pak Rudi                     : “ Eehhh, bu Martha. Silahkan….silahkan…! Ada perlu apa ya…?”
Bu Martha                    : “Begini Pak Rudi, saya mau memita uang untuk kegiatan PKK yang telah kita sepakati bersama hari Senin yang lalu karena nanti malam akan kami pakai untuk menyediakan makanan dalam pertemuan kita.
Pak Rudi                     : “Ooo…!”
Bu Martha                    : “Kenapa Pak, sepertinya ada masalah?”
Pak Rudi                     : “ Begini Bu Martha….”
Pak Rudi pun akhirnya menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya.

ADEGAN IV
Bu Martha                    : “Ya sudah Pak, tidak usah disesali yang sudah terjadi. Anggaplah itu musibah. Tapi lain kali bapak perlu lebih berhati-hati dan selalu waspada terhadap godaan-godaan semacam itu. Kita tidak boleh mudah tergiur olah uang atau hadiah-hadiah. Jaman sekarang banyak kasus-kasus penipuan.”
Pak Rudi                     : “Iya Bu,saya sangat menyesal. Tapi sekarang saya bingung bagaimana mempertanggungjawabkan itu kepada teman-teman?”
Bu Martha                    : “Ya…dalam pertemuan nanti malam bapak sampaikan saja kejadiannya dan kita cari solusinya bersama-sama.”
Pak Rudi                     : “Baiklah Bu. Terima kasih sekali ibu telah memberi ketenangan pada saya. Harusnya saya sadar bahwa berita undian itu adalah pencobaan untuk saya. Seperti Yesus yang dicobai di padang gurun dengan tawaran kekuasaan dan harta kekayaan duniawi. Yesus membawa keselamatan karena mampu menolaknya. Yesus juga mengatakan, bila mau mengikuti Dia, kita tidak boleh mudah tergoda oleh harta dan kekayaan bahkan kita harus meningglkan semuanya. Tapi…saya kok masih saja tergoda oleh uang. Oalah…..!”
Bu Martha                    : “Pak Rudi benar, tapi bagaimana pun pak Rudi masih harus tetap bersyukur mengalami peristiwa ini sehingga pak Rudi dapat berbagi dan memperingatkan warga supaya berhati-hati dan waspada terhadap penipuan melalui ponsel ini. Bapak jadi bisa menyelamatkan orang lain.”
Pak Rudi                     : “Iya Bu Martha…! Semua peristiwa pasti ada hikmahnya.”
Bu Martha                    : “Kalau begitu, saya permisi dulu ya Pak. Sampai ketemu nanti malam di balai desa.”
Pak Rudi                     : “Baik Bu. Sekali lagi terima kasih. Bu…, Bu Martha minta pamit!”
Istri Pak Rudi               : “Oooh…, sudah mau pulang Bu?”
Bu Martha                    : “Iya Bu, nanti malam masih ada pertemuan di balai desa. Sekarang saya juga harus masak.”
Istri Pak Rudi               : “Masak yang enak ya Bu…biar disayang suami! (tertawa)”
Bu Martha                    : “Iya… Saya pulang dulu ya Bu… Mari Pak Rudi…! Permisi…

PENDAMPINGAN BAGI AWAL KANAK-KANAK (2-6 TAHUN)


Usia 2-6 tahun adalah masa anak-anak mulai mengenal dirinya sendiri dan belajar berbagai hal baik ilmu pengetahuan atau pun nilai-nilai kehidupan. Rentang usia 0-12 tahun merupakan rentang waktu yang amat menentukan perkembangan kepribadian bagi anak di masa perkembangan selanjutnya sebab pengalaman-pengalaman pada usia ini lebih lekat terekam dalam alam bawah sadar anak. Maka, dalam mendampingi anak-anak khususnya masa awal kanak-kanak (2-6 tahun) tidak kalah penting dengan tahap pranatal atau bayi dan tahap-tahap lainnya.
Menurut pengalaman saya mengasuh keponakan berusia 2 tahun, ketika memasuki usia 2 tahun anak menjadi lebih banyak bertanya dan bertingkah, mereka belajar tentang banyak hal, mulai madiri, suka mencoba-coba, bermain dengan teman sebaya dan sejenis, emosinya juga berkembang dan cenderung labil, hingga usia 6 tahun ia semakin mandiri.

TANTANGAN
Apa yang harus kita lakukan dalam mendampingi anak-anak usia ini?
1.      Makanan
Kita perlu menjaga asupan makanan bagi anak usia ini dengan memperhatikan mutu gizi makanannya. Anak sudah harus dibiasakan makan sayur-sayuran hijau dan buah-buahan serta makanan lain untuk memenuhi 4 sehat 5 sempurna. Tidak membiasakan anak untuk jajan terutama yang manis-manis sebagai pengganti makan. Harus dibiasakan makan bersama di meja makan dan diajari atau diberi contoh cara makan yang baik dan kebiasaan berdoa sebelum dan sesudah makan.
2. Kebersihan
            Oleh karena anak usia ini adalah masa mudah untuk meniru, maka kebiasaan dan kecintaan akan kebersihan dalam keluarga akan terekan dalam memorinya dan anak akan ikut melaksanakannya. Dalam proses meniru itu, hendaknya selalu didampingi dan memberi penjelasan tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Penjelasan disampaikan dengan sederhana dan benar. Contohnya soal membuang kotoran, anak sudah harus diajari caranya buang air di WC. Selain itu, anak usia 4 tahun sudah harus belajar mandi dan makan sendiri tanpa dimandikan atau disuap serta memakai baju sendiri.
Dijelaskan pula arti kebersihan itu sendiri bagi kehidupan dan kesehatan manusia. Anak perempuan maupun laki-laki harus diajarkan cara membersihkan halaman dan rumah, yaitu menyapunya, menata pot-pot, bercocok tanam, dsb.
3. Pendidikan
Dalam usia ini selain bermain anak sudah belajar baca tulis dan disiplin. Anak hendaknya diajar tentang disiplin waktu bermain, tidur dan belajar. Maka, kita perlu menjadi pendamping yang baik, mampu memberikan pengarahan, pengertian dengan sabar dan benar. Selama mendampingi bermain, belajar atau nonton tv kita perlu menyisipkan ajaran-ajaran tentang nilai-nilai kehidupan. Misalnya, saat anak bermain perang-perangan, kita dapat mengajarkan tentang kebaikan dan keburukan. Akan lebih berguna lagi bila anak sering diajak orang tuanya untuk membantu mengerjakan sesuatu. Misalnya, anak perempuan ikut ibunya memasak di dapur atau berbelanja ke pasar dan anak laki-laki ikut ayahnya membetulkan sepeda atau bercocok tanam di kebun dan rekreasi di alam terbuka.
Oleh karena masa ini anak sudah bersekolah dan ilmu pengetahuan pun sudah berkembang, maka kita perlu mengimbanginya dengan menjadi pendamping belajar yang kompeten, maksudnya bila anak meminta penjelasan maka kita dapat menjawab dengan benar dan anak akan merasa senang belajar. Tidak baik menuntut anak untuk mengikuti banyak les atau kursus macam-macam. Akan lebih baik bila memilih salah satu yang paling ia minati. Masa kanak-kanak adalah masa bermain bukan studi yang penuh. Sex Education juga perlu diberikan dalam kelurga sebab bila anak tidak memperolehnya dalam kelurga, maka ia akan memperolehnya dari luar dan karena tidak ada yang menjelaskn maka anak bisa sesat pikirannya.
 4. Kehidupan Sosial
            Pada masa awal kanak-kanak, anak telah membentuk kelompok-kelompok dengan teman-teman sejenisnya dan memiliki rasa memiliki yang besar sehingga bisa sering bertengkar dengan teman-temannya. Maka, penjelasan yang baik dan benar tentang nilai persahabatan amat penting. Teladan cinta kasih antar anggota keluarga dapat menjadi dorongan anak untuk mengasihi teman-temannya. Komunikasi yang baik dalam keluarga pun mampu membuat anak pandai bersosialisasi. Anak hendaknya sering diajak berkunjung ke tetangga atau kerabat.
Bagaimana bila anak nakal, menangis karena bertengkar, atau marah karena minta sesuatu atau melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran?
Yang perlu dipegang dalam menegur/memarahi anak menurut saya:
ö    Pertama-tama, puji sisi baiknya. Setelah paham akan persoalannya, beritahukan kekuarangannya secara baik-baik.
ö    Tunjukkan sedikit kemarahan saja dan jangan lupa untuk mengatakan, ”Karena saya mengasihi kamu.”
ö    Ajarkan hal-hal penting berkali-kali dengan sabar agar anak ingat terus.
ö    Jangan membentak dan memarahi tanpa belas kasihan, tetapi juga jangan menjawab terlalu enteng atau sembarangan.

HAMBATAN
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam mendampingi anak pada masa awal kanan-kanak antara lain sulitnya mengatur waktu dan tidak semua orang memiliki sifat sabar dan lembut dalam menghadapi anak. Lingkungan dimana anak bermain dan belajar sangat mempengaruhi anak sementara kita tidak dapat 24 jam mengawasi atau bersama anak. Maka, perlu situasi tandingan dalam keluarga dengan menciptakan suasana penuh kasih dan komunikasi yang baik tiap hari. Anak ditanya dan diminta cerita pengalamannya bermain atau di sekolah sehingga kita dapat memberikan penjelasan berdasarkan apa yang dialaminya. Dan itulah yang juga menjadi hambatan bila ternyata kondisi relasi dalam kelurganya buruk dan tidak ada waktu bersama.

PANGGILAN HIDUPKU


I. PENEGASAN PANGGILAN

Panggilan hidup membiara yang telah saya pilih memiliki motivasi yang tentunya tidak langsung berupa motivasi yang adikodrati namun disertai dengan motivasi tidak sadar dan sadar. Dalam buku Penegasan Panggilan,  Rm. J. Darminta, SJ dikenal dengan istilah motivasi benar dan sah, motivasi bercacat, dan motivasi tak mencukupi. Oleh karena itu, panggilan perlu didalami dan diolah agar menjadi jelas dan dewasa. Proses itu tidak memerlukan waktu satu dua hari melainkan merupakan perjuangan terus menerus setiap hari.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan panggilan hidup saya hingga menjadi jelas dan dewasa. Namun yang selalu saya pegang bahwa panggilan merupakan rahmat dan sarana langsung bagi penegasan panggilan itu sendiri adalah panggilan Ilahi yang tersirat dalam pengalaman-pengalaman rohani saya.
Menurut Rm. J. Darminta, SJ dalam bukunya yang berjudul Penegasan Panggilan, ada 2 faktor yang dapat membantu penegasan panggilan, yaitu faktor internal dan eksternal. Beliau menyebutnya dengan rahmat internal dan rahmat eksternal.
A. Penegasan Panggilan Internal
Penegasan internal melewati dua langkah, yaitu:
Pertama, apakah kita memiliki dasar panggilan, yaitu motivasi-motivasi, yang mungkin samar-samar menggambarkan empat kriteria:
1.      Cita-cita dan bentuk hidup yang dipilih sesungguhnya tidak mengingkari kemanusiaan manusia, malahan meningkatkan kualitas hidup dan iman.
2.      Cita-cita dan bentuk hidup itu sungguh bersumber dan kembali ke penghayatan hidup Yesus Kristus dan Injil-Nya, sebagaimana tampak dalam kebijaksanaan Salib sebagai pusat bentuk hidup itu.
3.      Cita-cita dan bentuk hidup itu menyatu dan mengungkapkan empat fungsi atau aspek, atau salah satunya dari hidup menggereja, yaitu ibadah (liturgia), pewartaan (kerygma), persekutuan-persaudaraan (koinonia), kesaksian pergulatan rohani (martyria), dan pelayanan (diakonia).
4.      Cita-cita bentuk hidup itu sungguh mengungkapkan peranan Roh Kudus dalam hidup sebagai Paracletus, yaitu penolong dan penguat bagi mereka, terutama yang miskin.
Kedua, apakah keinginan kita sudah mengandung kemampuan dan kelak akan menghasilkan buah. Oleh karena panggilan itu adalah rahmat, maka buah-buah yang dimaksud adalah buah-buah Roh sebagaimana disebutkan dalam Gal 5:22-23, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kelemahlembutan, penguasaan diri, kerendahan hati, kesederhanaan, dan kemurnian. Bila dalam perjalanan panggilan tidak dihasilkan buah-buah itu, maka dapat dipertanyakan kembali apakah kita sungguh-sungguh dipanggil untuk hidup bakti dan apakah motivasi kita sudah benar dan sah atau merupakan motivasi adikodrati?
Dari beberapa orang yang memutuskan untuk mundur dari hidup bakti mengatakan bahwa motivasi mereka memilih hidup membiara belum jelas dan masih terlalu banyak keinginan dan cita-cita di luar jalan hidup membiara yang ingin dicapai. Mereka masih merasa berat meninggalkan segala sesuatu yang pernah mereka miliki sebelum masuk biara. Penghayatan ketiga kaul, ketaatan, kemurnian dan kemiskinan dirasa sangat berat. Akhirnya mereka pun tidak merasakan sukacita dalam biara, mereka sulit membentuk dan mengembangkan diri ke arah hidup religius dan itu berarti mereka tidak mampu menghasilkan buah.
Lalu bagaimana dengan perjalanan perkembangan panggilan saya sendiri? Apakah saya sudah memiliki kejelasan dan kedewasaan motivasi? Apakah sudah ada buah-buah yang dihasilkan selama di biara?
Awal munculnya keinginan menjadi seorang biarawati adalah waktu masih kecil. Motivasi saat itu adalah ingin menjadi seperti tante saya yang adalah seorang suster. Setelah menginjak SMP keinginan itu makin kuat. Saya melihat seorang suster begitu anggun dan sepertinya memiliki kehidupan yang suci, tidak berbeban berat dan selalu bersukacita. Saya ingin menikmati hidup seperti itu. Menginjak SMA keinginan itu tetap ada dan motivasinya masih sama dengan saat SMP, demikian pun saat kuliah. Baru setelah selesai kuliah saya ingin mempersembahkan diri saya untuk Tuhan, terserah Tuhan mau buat saya menjadi seperti apa. Seolah-olah saya ingin mengosongkan diri dan lepas dari kehidupan saya sebelumnya yang sungguh tidak baik. Dari hasil refleksi perjalanan hidup saya, saya merasa Tuhan begitu mencintai saya hingga Ia kerap hadir dalam mimpi-mimpi saya. Demikian pun dengan Bunda Maria. Sungguh saya merasa bahwa Tuhan inginkan saya untuk lepas dari dunia dan menjadi hamba-Nya dengan menjadi seorang religius. Ketika merasa ragu dan ingin mundur, saya mencoba untuk kembali ke motivasi itu dan itulah yang menguatkan saya dan meyakinkan saya.
B. Penegasan Panggilan Eksternal
Faktor eksternal yang dapat membantu penegasan panggilan, yaitu aptitude (kecocokan dan kekuatan). Menjadi seorang religius diperlukan kecocokan dan kekuatan yang cukup dalam menghayati panggilan religius. Gereja menetapkan kecocokan dan kekuatan yang dituntut untuk diterima bergabung dengan tarekat religius. Sebagai contoh, Gereja mengetengahkan syarat-syarat minimal untuk keabsahan, misalnya telah dibaptis, kemudian syarat-syarat kelayakan (liceitas), misalnya dalam keadaan rahmat artinya percaya kepada Kristus secara benar bukan bidaah, usia sesuai dengan kanonik, dsb. Dari situ ditentukan dan digambarkan hal-hal yang menjadi penghalang dan penghambat-penghamabat yang tidak memungkinkan orang menghayati panggilan imamat atau religius (irregularitas). Bila syarat-syarat minimal terpenuhi dan tidak ditemukan adanya penghalang, dapatlah disimpulkan bahwa calon memiliki kecocokan dan kekuatan untuk menghayati panggilannya. Selain itu perlu dilihat juga kesehatan fisik, kesehatan mental dan keseimbangan rohaninya.
Dari beberapa kejadian mundurnya calon religius ada yang karena faktor kesehatan yang tidak memungkinkan atau kesehatan mentalnya terganggu dan keseimbangan rohaninya kurang baik. Untuk syarat-syarat minimal sebagian besar para calon religius mampu memenuhinya.
Lalu bagaimana dengan saya? Dari semua faktor yang disebutkan, sampai hari ini saya telah mampu melewatinya. Namun bagi saya pribadi, ada faktor eksternal yang amat menentukan juga bagi penegasan atau kejelasan dan kedewasaan panggilan saya, yaitu dukungan dari keluarga, sahabat, teman-teman sepanggilan dan yang tidak kalah penting kebersamaan dengan anggota sekomunitas. Sukacita dan kegembiraan, persaudaraan, yang penuh kasih, kebaikan dalam komunitas membuat saya kerasan dan semakin ingin lebih dalam dalam mempersembahkan diri dalam hidup bakti.
Namun demikian, saya masih dalam proses mencari dan terus mencari, sebab keadaan tak selamanya indah. Dalam masa-masa sulitlah justru ujian datang, apakah saya tetap setia atau tidak atau malah meragukan panggilan diri sendiri lalu mundur. Maka, bagi saya kejelasan dan kedewasan panggilan adalah sesuatu ynag terus dicari dan diperjuangkan setiap hari dalam perjalanan panggilan ini sebab bisa jadi hari ini aku yakin dengan panggilanku tapi hari berikutnya bimbang dan ragu. Tetapi sejauh ini  saya merasa yakin akan panggilan saya sebab saya merasakan buah-buah Roh dalam komunitas ini.

II. KONSEKUENSI MENJADI SEORANG RELIGIUS

Menjadi seorang religius berarti mengikuti Kristus secara radikal. Maka konsekuensi yang dihadapi seorang religius tentunya berbeda dengan awam. Sebab Yesus sendiri bersabda: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiku.” (Mat 10:38). Salib yang ditanggung oleh masing-masing orang tentu berbeda. Namun dalam hal ini saya mencoba merumuskan konsekuensi-konsekuensi bagi orang yang mau mengikuti Kristus dengan jalan menjadi seorang biarawan, biarawati atau imam. Konsekuensi-konsekuensi ini juga yang saya sendiri tanggung dan rasakan.
A. Meninggalkan Kekayaan dan Keluarga
Kisah orang muda yang kaya dalam ketiga Injil sinoptik (Mat 19:16-26; Mrk 10:17-27; Luk 18:18-27) menegaskan bahwa jika kita mau mengikuti Yesus, kita harus meninggalkan kekayaan kita. Artinya kita tidak boleh lekat pada kekayaan atau harta duniawi. Konsekuensi ini tertuang dalam kaul kemiskinan yang dihidupi oleh seorang religius. Dengan demikian kita pun tidak boleh khawatir tentang pemenuhan-pemenuhan kebutuhan kita (Mat 6:25-34; Luk 12:22-31). Inilah kemiskinan religius, yakni menyerahkan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi.
Memilih hidup membiara berarti juga rela meninggalkan keluarga, sahabat, teman dan siapa saja yang berelasi dengan kita sebelum masuk di biara. Tujuannya adalah supaya kita pun belajar untuk lebih fokus pada pembentukan relasi yang erat dan dekat dengan Allah. Kita menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dan pengharapan kita. Injil mengisahkan tentang hal ini juga, yaitu dalam Mat 8:18-22; Mat 10:34-42; Luk 9:57-62.
C. Tidak Menikah
Menjadi seorang religius rela untuk tidak menikah. Sebagaimana dikatakan dalam Injil Mat 19:12 bahwa ada orang yang membuat dirinya tidak menikah karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Hal tersebut tertuang dalam kaul kemurnian, meski sebernarnya kaul kemurnian bukanlah berarti perawan secara biologis saja melainkan merupakan pengertian hati yang tak terbagi untuk Allah. Namun sampai saat ini keperawanan secara biologi penting demi mutu integrasi hati pribadi seorang religius. Fr. Timothy Radcliffe, OP menjelaskan hal ini dengan cukup jelas dalam bukunya yang berjudul Sing A New Song.
D. Taat
Seorang religius mengikrarkan kaul ketaatan. Ketaatan erat kaitannya dengan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai seorang religius. Oleh karena seorang religius adalah orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah maka ia pun harus taat kepada peraturan-peraturan yang berlaku dalam tarekat yang diikutinya sebagai bentuk pengosongan dirinya. Seorang religius harus siap diutus kemana pun.
Meski lepas dari dunia, namun seorang religius tetaplah merupakan warga negara dan masyarakat yang merupakan sasaran karya pelayanan. Maka Injil mengatakan tentang hal ini: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21).
Tentunya konsekuesi-konsekuensi lain juga turut menyertai dalam menghayati ketiga kaul tersebut terutama dalam menghayati hidup bersama di komunitas. Konsekuensi tersebut dapat berupa pengorbanan dalam hal perasaan, tenaga, pikiran, dsb yang sebetulnya semuanya harus merupakan konsekuansi yang membebaskan sebab seperti yang telah dikatakan di atas bahwa panggilan ini adalah rahmat dan tawaran jalan panggilan ini adalah bebas bagi siapa saja. Oleh karenanya, buah-buah Roh dapat dijadikan faktor untuk menentukan ketegasan panggilan. Bila segala konsekuensi itu dihadapi dengan penuh sukacita, maka itulah rahmat panggilan.

III. MENGENDALIKAN LIBIDO

Manusia merupakan mahluk biologis yang tak pernah bisa lepas dari dorongan seksualnya. Namun seseorang yang memilih jalan panggilan hidup membiara dengan bebas dan rela melepas pilihan itu. Hal ini tidak menyalahi kodrat manusia yang diciptakan berpasang-pasangan, sebab seperti telah disebutkan bahwa dalam Injil pun dikatakan bahwa ada orang yang dengan rela tidak menikah demi Kerajaan Sorga (Mat 19:12). Seorang religius mau menyerahkan dirinya secara utuh bagi karya penyelamatan Allah di dunia. Bila menikah tentu pelayanannya tidak akan fokus. Seorang suami akan memikirkan bagaimana membahagiakan istri dan anaknya dan sebaliknya seorang istri akan berusaha untuk membahagiakan suami dan anak-anaknya juga. Hidup selibat mengarahkan sesorang untuk fokus pada Allah dengan hati yang tak terbagi.
Kenyataan berbicara bahwa yang berkaul kemurnian adalah pribadi orangnya sedangkan hormonnya tidak. Hormon tetap bekerja normal dan hal tersebut menimbulkan dorongan-dorongan seksual atau libido. Lalu bagaimana seorang religius  mengatasi hal tersebut supaya kemurniannya tetap terjaga?
Hal penting yang harus dipegang adalah bahwa kita tidak boleh melarikan diri dari kodrat itu. Artinya, mengatasi libido tersebut dengan menyalurkannya pada aktivitas lain. Fr. Timothy mengatakan bahwa bila hal tersebut dilakukan maka itu merupakan pengingkaran terhadap kerapuhan yang ada dalam relasi insani. Orang yang mencari kepuasan dengan cara melampiaskannya dengan banyak beraktivitas dapat tetap menjaga diri, tetap kokoh dan terkendali, tetapi selalu merasa takut. Padahal penghayatan kemurnian tidak mungkin bila dilandasi oleh ketakutan akan seksualitas.
Libido merupakan bentuk dari emosi atau perasaan dan merupakan sebuah dorongan dari kerja hormone yang mengakibatkan muncul perasaan ingin dipuaskan dan sebagainya. Br. Theo, FIC dan Br. Martin, FIC dalam bukunya yang berjudul Membangun Hidup Religius Yang Damai dan Sejahtera menyebutkan bahwa hal pertama yang harus dilakukan dalam mengelola emosi adalah menyadari dan menerima bahwa kita sedang emosi, bahwa kita sedang merasakan atau terdorong untuk melakukan atau memenuhi sesuatu dalam diri kita. Diperlukan sebuah sikap yang tenang dan sebagai religius, kita perlu menyerahkannya kepada Tuhan dan mohon kuasa Roh-Nya untuk dapat meolong kita mengatasi libido kita.
Menurut pengalaman saya pribadi, sikap tersebut memang sangat membantu. Usaha konkretnya yakni dengan membaca Kitab Suci dan meresapkan sabda Allah sendiri serta selalu kembali kepada motivasi yang benar dan sah kita mejadi seorang religius. Ada beberapa ayat dalam Ktab Suci yang membantu kita dalam mengendalikan libido kita, yaitu:
     2 Tim 2:22 “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hatio yang murni.”
   2 Kor 10:5 “ Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus.”
     Mat 28:20     “ dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu sampai kepada akhir zaman.”
     Ibr 10:24-25 “ Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”
    Rm 1:16      “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.”
Dari ayat-ayat tersebut, maka penting juga bagi kita untuk menghindari dorongan seksual yaitu dengan menjaga pergaulan dan relasi dengan lawan jenis, tapi bukan berarti membatasi diri dan diliputi rasa takut melainkan cinta yang bebas dan tidak posesif. Atau dapat juga dengan meresapkan ayat-ayat favorit yang dapat meneguhkan iman dan harapan akan Allah yang mampu mengatasi segala.
Bagi saya pribadi, kecenderungan dan kelekatan-kelekatan yang mengganggu perjalanan panggilan saya adalah dalam hal kemurnian ini. Saya memiliki kecenderungan yang selalu ingin diperhatikan apalagi oleh lawan jenis. Juga karena didorong oleh pengalaman masa lalu yang telah beberapa kali mengalami pacaran. Melalui aktivitas-aktivitas yang ada dalam biara membuat saya jarang sekali mengalami dorongan-dorongan itu. Kalau pun saya teringat akan relasi-relasi dengan lawan jenis, maka seperti yang saya katakan, saya berusaha untuk menyadarinya dan menyerahkannya pada Allah dalam doa-doa saya, sebab saya tahu bahwa saya sangat lemah dalam hal ini. Aktivitas doa amat sangat menolong saya. Saya tidak takut menjalani perjalanan dalam bahtera panggilan saya sebab saya percaya terang Kristus yang memanggil saya akan senantiasa menyertai saya. Amin.

WITH JESUS IN MY VESSEL
I CAN SMILE AT THE STROAM

 
DAFTAR PUSTAKA


Darminto, J. 2006. Penegasan Panggilan. Kanisius, Yogyakarta.

Lembaga Alkitab Indonesia. 1976. Alkitab Deuterokanonika. LAI, Jakarta.

Radcliffe, Timothy. 2009. Sing A New Song, Nyanyikanlah Lagu Baru. Dioma, Malang.

Riyanto, Theo dan Martin Handoko. 2008. Membangun Hidup Religius Yang Damai & Sejahtera. Kanisius, Yogyakarta.

Menuju Emaus (Untuk Postulan OFM)


Bunyi genderang mulai bertalu…muncullah si kepala suku menari seirama. Teriakannya yang khas memanggil sekawanan pria memakai rumbai-rumbai berhiaskan gambar penuh seni di sekujur tubuh. Mereka menari dan terus menari sampai pinggul pun bergoyang… Yup! Goyang pinggul berkesan dan tak terlupakan. Sebuah kejutan dan terobosan dari para saudara dina. Luar biasa… Proficiat untuk tampilan pamungkas kebersamaan kita sebagai peserta KUBINA dalam Pentas Budaya.

Bagai dua orang sahabat dalam perjalanan menuju Emaus demikianlah perasaan kami saat menuliskan ini, ada kesedihan dan  kekecewaan namun juga harapan. Sedih dan kecewa karena kebersamaan yang singkat. Namun demikian, berjumpa dan berproses bersama saudara-saudara dina adalah sebuah pengalaman yang meneguhkan. Sebagaimana Bapa Dominikus dan Fransiskus yang bersahabat, demikianlah persahabatan mereka dapat dirasakan oleh kita para pengikutnya. Kasih diantara mereka yang saling meneguhkan pun kami rasakan bersama saudara-saudara. Meski sempat terucap rasa rikuh (tidak enak) karena perbedaan angkatan, tetapi toh  kita bisa tetap dekat. Kami sungguh mengucapkan banyak terima kasih atas segala pengertian, perhatian dan sapaan saudara-saudara yang selalu hangat penuh semangat. Kami percaya saudara pun sesungguhnya mengerti apa yang kami rasakan. Maka, terima kasih pula atas keberanian dan kenekatan saudara-saudara dalam beberapa kesempatan bertandang ke peraduan kami. Mohon maaf bila kami sering mengecewakan.
Dalam kesedihan dan kekecewaan ini ada sebuah harapan besar dalam diri kami pada saudara-saudara. Harapan bahwa kita akan terus setia dalam usaha menjawab panggilan Tuhan ini. Semoga kita dapat terus berjalan bersama, saudara-saudara di Depok dan kami di Jogja dan suatu saat kita berjumpa dan bersama lagi. Sebagaimana kehadiran Yesus dalam pejalanan ke Emaus, demikianlah kita hendaknya saling menghadirkan diri untuk memberi harapan dan semangat satu sama lain. Meski jauh namun doa-doa tetap mendekatkan kita dalam Roh-Nya.

Dan inilah petuah bijak dari dua orang saudari yang tak pandai bersajak …

Polin … tetaplah jadi saudara yang manis bagi yang lain dan jangan lupa untuk mempertahankan S­­2-mu (Suka Senyum) tapi jangan sampai S3 ya…bahaya! (Suka Senyum Sendiri)
Soni … tetaplah bersemangat tapi kalau sudah semangat jangan cepat-cepat ya … nanti kebablasan! Kamu pribadi penuh kejutan. Lanjutkan !!!
Hiero … tambahkan kepercayaan dirimu, jangan ragu-ragu, maju terus pantang munduuur! Jangan suka minta yang aneh-aneh lagi ya…!!!
Fery … kami percaya kamu bisa membawa diri. Ingat nubuat yang mengatakan bahwa kamu akan menjadi seorang imam yang menduduki jabatan penting dalam hirarki Gereja!
Trisno … kamu pasti diingat terus oleh Sr. Ancilla karena namamu sama dengan nama keluarganya. Tetap setia ya…!!!
Jerry … ungkapan perasaanmu lewat tulisan semoga akan terus berkembang. Dan biarlah rasamu akan selalu penuh dengan
 kasih pada sesama. Keep faith !
Mili … pribadimu yang perhatian dan rela berkorban semoga menjadikanmu seorang saudara dina yang bersahaja.
Mas Kris … jadilah teladan yang baik dan … titip adik-adik ya … !
Untuk Septian, semoga bahagia di jalan panggilan yang baru.

Dan kini ternyata beberapa sudah menyusul Septian.......

SUARA HATI SANG MERAH PUTIH


Bila kau membuatku merah,
mengapa kau mudah menyerah?
Tenggorokanku kering untuk berteriak:
“Ayo….bangkit dan bergerak!”

Bila kau membuatku putih,
mengapa kau terus merintih?
Sakit telingaku mendengar teriak:
“Beri kami hak!”

Merahku tak lagi berani
di hati sanubari pemuda pemudi
dan Putihku tak lagi suci
di otak petinggi yang menguasai

Ya…Raja Semesta Alam,
kibarku janganlah menjadi kelam
di hari yang penuh kenangan
akan jiwa sang pahlawan

Jumat, 07 Oktober 2011

Cabut Rumput (tampak kurang kerjaan, tapi mempertobatkan)

Sudah tiga minggu, setiap Sabtu sore diadakan kegiatan ‘cabut rumput’ bersama di depan kapel. Rumput yang dicabut bukan sembarang rumput dan yang pasti bukan rumput gajah yang memang sengaja ditanam supaya memberi warna hijau yang menyejukkan. Rumput yang dicabut adalah rumput yang tumbuh liar diantara rumput gajah. Dari bentuk daunnya, rumput ini menarik, tetapi karena mengganggu pertumbuhan rumput gajah maka perlu disingkirkan dan dimusnahkan.
Saya berpikir, “Waaah, hebat sekali si rumput gajah ini, betapa berharganya dia sampai rumput-rumput yang lain tidak diperkenankan mengganggunya. Berani tumbuh di sekitarnya, siap-siap saja untuk dimusnahkan. Rumput gajah yang luar biasa. Lantas, apa yang berharga bagiku sehingga aku berani menyingkirkan segala-galanya dari padanya?”
Sebagai seorang calon religius, yang berarti orang yang senantiasa mengarahkan hidupnya kepada Allah, maka sesuatu yang paling berharga itu adalah Allah sendiri, yakni dalam diri Yesus Kristus. Maka apapun yang mengganggu atau menghalangi laju tumbuh kita kepada Yesus harus disingkirkan.
Mencabut rumput yang tumbuh di antara rumput gajah ini ternyata tidak mudah. Pada hari Sabtu sore pertama jari telunjuk saya sampai terluka, kulitnya terkelupas karena kerasnya rumput yang dicabut. Rumput ini bukanlah rumput yang tumbuh tunggal melainkan tumbuh menjalar dan pada pokok tumbuhnya, akarnya sangat kuat dan panjang sampa ke dalam tanah. Maka ketika kita berhasil mencabut satu bagian rumput, kita tidak boleh langsung berbangga karena belum tentu bagian pokok dan akar-akarnya sudah tercabut. Kalau diperhatikan, ketika satu tercabut, ada sulur-sulur yang merupakan cabang-cabang yang tidak hanya satu tetapi bisa panjang dan menyebar. begitu kita telusuri, kita cabut pelan-pelan, maka akan terlihat satu rumput yangbesar dengan pokok akar yang kuat. rumput ini memiliki kemampuan menjalar dan mengakar yang kuat. Maka, jelas saja rumput ini akan mengganggu pertumbuhan rumput gajah.
Demikian halnya dengan pertumbuhan kepribadian kita sebagai calon religius. Ada hal-hal yang dapat mengganggu, yang tumbuh menjalar dan mengakar sehingga menghambat laju tumbuh kita kepada Yesus, yaitu akar dosa. Akar dosa ada beberapa jenis, diantaranya kebanggaan diri, hati penuh iri, kemaraha, kecemburuan, kemalasan, kerakusan da nafsu birahi. Yang banyak tumbuh dalam diri saya yaitu kemalasan. Satu akan kemalasan dapat menjalar dan menumbuhkan hal-hal yang menghambat pertumbuhan iman atau pun kepribadian.
Kemalasan membuat orang mempunyai sikap malas. Orang yang malas biasanya datang terlambat, tidak bergairah dalam segala hal, suka murung bermuram durja, mudah putus asa, tidak mantap dan sukar diberi semangat. Sikap-sikap semacam ini mudah sekali menjalar dan menumbuhkan sikap negative lain. Orang yang melihat orang yang mempunyai sikap malas tentu akan merasa tidak nyaman dan dapat terpancing untuk berpikir negatif. Orang yang tidak mempunyai semangat dan murung, biasanya orang mudah tersinggung, maka ia menjadi mudah marah dan mudah untuk berkonflik dengan orang lain. Orang yang mudah putus asa dapatmenunjukkan kuran g kuatnya Iman dalam dirinya.
Contoh yang saya alami adalah ketika benar-benar merasa malas, inginnya istirahat, tidur di kamar, sementara ada banyak tugas yang harus dikerjakan. Pertama. kemalasan itu membuat saya manja dan memberi dispensasi pada diri sendiri dengan menunda-nunda  pekerjaan dan tugas. Lama-lama, jadi lupa tidak mengerjakan. Kemudian muncul sikap menyepelekan atau kurang menghargai staf pengajar dengan berpikir,” ah, paling-paling suster lupa!” atau bilang saja belum selesai. Muncul niat-niat buruk dalam hati dan pikiran. Dan akhirnya ketika menerima teguran, tidak terima dan menggerutu. Saat disapa dengan saudari sekomunitas, membalas dengan acuh. Timbullah konflik. Demikian satu akar dosa yaitu kemalasan mampu tumbuh menjalar pada sikap-sikap yang mampu menghambat pertumbuhan diri sendiri maupun komunitas.
Oleh karena itu, sebelum ia menjalar kemana-mana danmenguasai hidup kita, kita perlu menjabutnya perlahan-lahan jangan sampai ia terus tumbuh menjalar. Ketika kita sudah mulai merasakan tanda-tanda tumbuhnya si malas, kita harus cepat-cepat mencabutnya. Syukur-syukur kita sampai menemukan pokok akarnya. Misalnya ketika kita berputus asa dan kehilangan semangat, kita harus segera merunutnya, mencabut pelan-pelan sampai ditemukan pokok akarnya yaitu kemalasan. Dengan demikian kita harus segera bangkit dan melawannya supaya tidak menimbulkan sikap-sikap negative.
Sesaat ketika merenungkan tentang si rumput ini, saya teringat pada sebuah tugas yang telah saya tunda, maka segera saya menyelesaikannya sebab bila tidak, akan lupa dan meninggalkan masalah. Saya juga kemudian sadar bahwa kemalasan pun sedang tumbuh dengan kuatnya hari-hari ini dalam diri saya. Masih banyak tugas yang saya tunda-tunda karena menuruti rasa malas dan ngantuk.
Melalui kegiatan cabut rumput dan merefleksikannya, saya mulai menyelesaikan tugas itu satu persatu dengan semangat dan berusaha untuk melawan kemalsan itu. Saya jadi mengerti dan diingatkan bahwa ketika saya dikuasai kemalasan, semua jadi terganggu dan saya tidak dapat bertumbuh optimal baik secara iman maupun kepribadian. Terima kasih rumput….

Selasa, 27 September 2011